Pernahkan anak anda berteriak seperti ini: “Bi….. ambilin minum donk, aku haus nih” “Ma…suapin dunk. Aku capek nih!”
Atau anak kita minta diambilkan mainan, padahal benda itu ada di depannya. Pulang dari jalan-jalan ia sodorkan kakinya sebagai kode minta dibukakan sepatu sandalnya. Ia tampak enggan mengerjakan sesuatau yang sesungguhnya bisa ia lakukan sendiri. Dan banyak lagi tingkahnya.
Banyak anak bertingkah layaknya seperti bos atau suka memerintah yang dilakukannya kepada orangtua, kakak atau teman sebayanya. Meskipun terlihat alami dan jujur, tapi perilaku yang suka memerintah (bossy) ini tidak bisa ditoleransi.
Penyebab Anak Suka Memerintah ( Bossy) Dan Cara Mengatasinya
Penyebab anak yang bossy
Sejak kecil ada masa dimana anak balita mulai menunjukkan suka memerintah (bossy). Apalagi bila sang anak memang terlahir dengan memiliki kepribadian yang kuat, bukan karena didikkan orangtua tapi memang sifat dasar dari anak tersebut. Perilaku yang suka memerintah bisa jadi merupakan refleksi dari kepribadian yang kuat tersebut. Sifat tersebut wajar asalkan tidak menetap dan sampai menghambat pengembangan dirinya. Untuk itulah sifat-sifat khas tersebut tetap perlu diintervensi agar dapat menempati porsinya yang pas dan memberi kesempatan kepada sifat lain yang lebih baik untuk berkembang sebagai karakter anak. Untuk bisa mengatasi prilaku anak yang suka memerintah (bossy), kita harus mengetahui penyebabnya terlebih dahulu. Berikut ini beberapa penyebab dari sifak anak yang suka memerintah (bosy) diantaranya:
Anak Bossy karena Sifat egosentris
Suka memerintah atau bossy sebenarnya berhubungan dengan sifat egosentris seseorang anak. Egosentris adalah sikap yang umumnya muncul pada usia 15 bulanan. Pada usia ini sang anak hanya melihat sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Si kecil berempati dan tidak mampu melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari kaca mata dirinya. Sifat ini pula yang menyebabkan anak balita selalu “here and now.” Bila ingin sesuatu harus didapat saat itu juga alias tidak mau menunggu. Misalnya pada saat tengah malam ia minta dibelikan es krim. Dia tidak mau tahu dan harus mendapatkannya saat itu juga. Contoh lainnya ketika sedang bermain dengan temannya, si kecil merebut mainan temannya. Meski temannya menangis, ia tidak peduli karena ia berpikir bahwa “saya suka, saya mau, maka saya harus dapatkan”
Anak Bossy karena mulai munculnya kesadaran diri (self awareness)
Balita mulai paham bahwa apa yang dikatakannya bisa mempengaruhi orang lain. Seperti, “Mba, ambilin susu” atau “Bukain sepatu.” Dia terbiasa, bahwa apa yang dia mau selalu disediakan dan dipenuhi orang lain dengan cara mudah. Misalnya, dengan menangis dia mendapatkan apa yang dibutuhkannya karena Anda segera datang melayaninya.
Anak Bossy karena adanya sifat otonom
Saat memasuki usia balita, anak mulai belajar untuk tidak lagi bergantung sepenuhnya dengan orang dewasa. Dia sudah mulai bisa jalan, bicara, dan melakukan apa pun yang diinginkannya. Hal tersebut membuat anak merasa memiliki otonomi. Sikap otonom ini sering dibarengi dengan sikap menyuruh orang lain demi mendapatkan apa yang diinginkan.
Anak Bossy karena Sikap Bossy Orangtua
Sikap anak yang suka memerintah bisa “diperparah” bila ada model orang dewasa di sekitar anak yang selalu bersikap bossy, misalnya dia sering melihat anda saat menyuruh pengasuh hingga ia akan meniru apa yang anda lakukan atau anda sering memerintahnya atau saudaranya dengan sikap yang bossy. Pada masa ini anak sedang proses modeling, selalu meniru apa yang ia lihat. Jadi jangan salahkan anak anda bila anda sendiri tidak bisa memberi contoh yang baik.
Anak Bossy karena Kemandirian
Pada masa ini, balita seharusnya mulai diajarkan kemandirian. Namun, beberapa orangtua terkadang terlalu memanjakan anaknya. Dengan alasan anaknya terlalu kecil, mereka tidak menerapkan peraturan yang konsisten kepada si kecil. Efeknya kemandiriannya menjadi kurang dan dia akan kurang percaya diri dalam mengembangkan dirinya. Selain itu, orangtua yang tidak membiasakan anaknya mandiri akan sering melihat anaknya menjadi suka memerintah karena ketidakmandiriaanya
Bila dilihat dari perkembangan kognitif, sifat suka memerintah (bossy) akan menghilang saat usia anak 6 tahun. Karena semakin besar anak, lingkungan sosial akan menuntut anak untuk sadar akan lingkungan, selain sadar diri. Nah, pada saat usianya menginjak 3 tahun, sebenarnya anak sudah mulai sadar akan tuntutan sosial tersebut namun perlu stimulasi dari orangtua.
Yang jelas, sifat suka memerintah (bossy) tidak akan menghilang dengan sendirinya. Karena anak merasa keenakkan. Perilaku suka perintah di usia balita jadi bisa dianggap lucu. Tapi begitu anak sudah lebih besar lagi, sifat itu akan menjengkelkan banyak orang sehingga ia akan dijauhi teman-temannya.
Sifat suka memerintah (bossy) yang dibiarkan terus, tanpa mempertimbangkan adanya aturan-aturan sosial, bisa menetap sampai si kecil beranjak dewasa dan anak akan dicap buruk oleh lingkungan. Jika sifat yang suka memerintah sudah ada sejak kecil, maka akan terbawa terus hingga anak memasuki usia sekolah. Ketika bersekolah anak berusaha untuk mencari teman, namun jika sifat tersebut tidak berubah maka anak akan mengalami kesusahan untuk bisa mendapatkan teman. Hal ini bisa memicu anak melakukan kekerasan agar bisa mendapat perhatian atau bisa diterima. Kondisi tersebut akan bertambah parah bila lingkungan menolak dan menjauhinya. Jadi segeralah bertindak sebelum anak kondisi suka memerintahnya menjadi bertambah parah.
Seperti yang diungkapkan salah satu psikolog, Indah Kumala Hasibuan, memiliki anak yang suka memerintah bukanlah akhir dari segalanya. Orangtua dapat berupaya mengatasinya dengan cara:
Ubah pola
Kebiasaan bossy tak mudah hilang kerana balita merasa nyaman memerintah orang lain. Perlu cara agar kebiasaan ini tak berlangsung terus-menerus. Anda perlu memperhatikan cara berkomunikasi yang baik dengan orang lain atau balita. Anda diharapkan lebih kreatif mencari bentuk kalimat-kalimat perintah. Misalnya, saat Anda meminta balita menaruh mainan pada tempatnya, Anda bisa mengatakan. “Sayang, nanti jangan lupa ya, mengembalikan mainan ke raknya.”
Bila memerintah pengasuh atau asisten rumah tangga sebaik tidak di depan si kecil. Bila terpaksa dilakukan, gunakan bahasa yang halus dan sopan. Misalnya, “Bi nanti tolong setelah mencuci, ambilkan baju yang berwarna merah ya!” dll.
Buat peraturan yang konsisten
Buatlah peraturan yang disesuaikan dengan tingkatan kemampuan anak anda. Kemudian berlakukan peraturan itu dengan konsisten. Meskipun memang masih agak sulit balita diberi pengertian. namun bagaimana pun di usia balita ini orangtua sudah harus menerapkan aturan-aturan disertai pengertian kepada anak bahwa tidak semua keinginan anak harus terpenuhi. Jadi, yang penting adalah aturan harus diberikan secara konsisten.
Jadilah teladan
Jadilah role model bagi anak anda. Kendalikan emosi anda dan jangan menampilkan sikap bossy pada siapa pun, termasuk pada pembantu rumah tangga karena si kecil akan mudah untuk bertingkah laku yang sama.
Bila anak sudah terlanjur bossy, coba bangun kemandiriannya dan dorong ia untuk mengerjakan segala sesuatu secara mandiri
Anda pun perlu mengurangi menampilkan sikap bossy Anda pada pengasuh atau siapa pun. Sejalan dengan itu, ajarkan anak kemandirian secara bertahap.
Ajarkan kemandirian
Dorong dia mengerjakan sesuatu yang bisa ia kerjakan sendiri. Jangan lupa memberi pujian jika ia mau melakukannya sendiri. Balita merasa berhasil menjadi anak yang mandiri. Ajarkan kemandirian (dari hal-hal sederhana) secara bertahap seperti cuci tangan sebelum makan, makan sendiri, buka sepatu dan lain sebagainya.
Tetap tenang dan focus
Bila sang anak mulai berperilaku suka memerintah terhadap orangtua, teman atau orang yang lebih tua, jangan memberikan reaksi apapun baik tertawa ataupun memarahinya. Tetaplah tenang dan katakan padanya untuk mengulangi permintaannya dengan cara yang lebih sopan
Jangan ikuti
Kemudian, jangan melakukan apapun untuk anak jika anak meminta sesuatu yang bisa dilakukannya sendiri. Terlebih bila dia memerintah dengan sikap yang kurang sopan. Tujuannya agar anak mengerti bahwa dirinya bukanlah bos yang bisa memerintah orang sesuka hatinya, terutama kepada orangtua.
Awasi kegiatan sosialnya
Orangtua diharapkan bisa mengawasi kegiatan sosialnya. Anak yag suka memerintah biasanya memiliki sedikit masalah dengan teman-temannya. Dia akan kurang disukai temannya karena sikapnya yang suka memerintah. Ajarkan kepadanya bagaimana berprilaku sopan dan tidak memaksakan kehendak seenaknya kepada orang lain.
Beri pujian dan tetap menghargainya
Jika anak mau berbagi mainan dengan temannya secara sopan berilah pujian atas perilaku baiknya tersebut. Namun, jika anak menunjukkan sikap suka memerintah di depan teman-temannya, maka jagalah emosi anda. Beritahu dia dengan cara membisikkannya bukan memarahinya. Dengan cara itu, anak merasa dihargai dan tidak merasa malu di depan teman-temannya.
Tapi, jika anak tetap pada sikapnya setelah diperingati, jauhkan dia dari teman-temannya dan katakan bahwa anda akan membawanya pulang jika anak anda tidak berperilaku baik.
Bermain dan berkompetisi
Sering-seringlah mengajak anak anda dalam berbagai permainan kompetitif di rumah. Pupuk rasa sportifitas dan kerjasamanya dengan memasukkannya dalam tim olahraga.
Cari akar permasalahan
Jika anak ditinggalkan oleh teman-temannya karena terus menerus bersikap suka memerintah, jangan terlalu bersimpati. Sebaliknya cobalah untuk membantunya mengatasi kelakuan tersebut. Beri dia pengertian, cobalah untuk membuat anak terbuka terhadap anda sebagai orangtuanya, sehingga anda bisa mengetahui apa yang menjadi pemicu perilaku anak yang suka memerintah.
Demikian beberapa kiat yang bisa orangtua lakukan untuk mengatasi anak yang suka memerintah (bossy). Semoga bermanfaat :)
0 komentar:
Posting Komentar